Tuesday, December 16, 2014

ilusi

Kamu datang
Sebagai bulan purnama
Di gelap malam
Bagi seekor pungguk
Sepertiku
...






Lhokseumawe, 16 Desember 2014

Monday, November 17, 2014

Anakku dan Bos Asing

"Mama mengapa banyak orang asing di kantor Papa?"
tanya anakku, suatu ketika
"Mereka bekerja disana Nak, jadi bos di kantor Papa"

Sejenak dia terdiam
"Mengapa mereka bekerja di Indonesia?"
"Mereka tak dapat pekerjaan di negara mereka kah Ma?"
Kali ini aku yang terdiam
Mencari kalimat yang tepat untuk anak seusianya
"Karena mereka pintar Nak, kantor Papa butuh mereka"
"Gajinya gede dong ya?" lagi tanyanya
"Tentu saja gede Nak, pakai dollar"
"Pasti jaauh lebih gede dari gaji Papa ya. Pake dollar sih." 
katanya sambil manggut-manggut

Kami masing-masing kembali pada aktivitas semula
Lalu dia memecah sunyi dengan rentetan tanya
"Mengapa bos Papa harus orang asing? Kan bayarnya jadi lebih mahal. Bukannya di negara kita juga banyak orang pintar Ma?"
.....

Wednesday, October 15, 2014

Jika Bahagia Mengapa

Pada Burung Hantu berkata Sang Elang
Dengan gaya pongah, dagu terangkat
Berhentilah merindukan bulan
Dia semata milik malam
Lihat betapa bahagianya aku
Dengan istri dan anak-anakku
Tidakkah kau ingin sepertiku?

Mengangguk kelu Burung Hantu
Semua kata Sang Elang benar adanya
Tapi tak perlu semua, selain dirinya, mengerti tentang Sang Bulan
Mereka hanya melihat apa yang ditampakkan mata
Hanya mendengar yang tertangkap telinga
Dalam hati dijawabnya tanya retorik Sang Elang
Makhluk mana kiranya yang tak ingin bahagia?
.......

Jika bersama Elang Betina benar membuatmu bahagia
Jika memiliki anak-anak sungguh membuatmu bersuka
Mengapa masih kau hadirkan Nuri di harimu?
Mengapa biarkan Merak membersamaimu?
Dan berkali Burung Hantu mengutuk dirinya
Atas pengecutnya
Hanya menggumamkan itu di hati saja
.......



Saturday, September 6, 2014

Untukmu Pemuda

Bangsa ini sedang sakit parah
Terseokseok karena lukanya
Jangan melihatnya dari luar
Karena dia tampak segar bugar
Dibalut pakaian dan perhiasan mahal
Yang dibelinya dari berutang
Lihat tingkah lakunya, cara berpikirnya, moralnya
Dia sedang sekarat

Rasa malu, entah bagaimana, beranjak menguap
Hampir semua sudut aurat terumbar
Telapak tangan selalu tertengadah
Kreatifitas kejahatan meningkat
Mengambil hak orang lain bukan hal langka
Terjadi dimana-mana
dalam berbagai bentuk rupa

Tak hanya kau lihat di kota
Pun di pelosok desa
Tak hanya dilakukan petinggi negara
Pula masyarakat biasa
Terangterangan
Berjamaah

Ketika kau, wahai pemuda, hanya menambah sakit dan membuat luka itu semakin parah
Dengan sikapmu yang kekanakan, langkahmu yang penuh kesombongan
Otak yang tak kau gunakan berpikir panjang,
mata yang terbelalak tapi tak melihat tak membaca
Mampukah bangsa ini melewati masa kritisnya?

Sibuk kau salahkan para tetua
Atas ketakmampuan mereka menjadikanmu manusia
Sibuk kau salahkan pemerintah dan negara
Atas ketidakadilan dan kesewenangwenangan yang katanya kau rasa
Tak pernah kau sempat menanyakan
Kebaikan apa yang telah kau perbuat untuk mereka
.......

Ketika cita tak lagi bisa diwujudkan mereka
Yang sedang asyik masyuk dengan segala kemewahan
Dan kelenaan di tahta kekuasaan
Harapan terbesar diletakkan dipundakmu wahai pemuda
Dengan gelora kemudaan dan intelektualitas yang kau punya

Wahai Pemuda
Segeralah bangun dari lena yang berkepanjangan 
Dari mimpi yang tak berkesudahan
Saatnya berjuang!
.......