Kami sedang terjebak dalam kemacetan yang cukup panjang
Anakku dan aku manyun menunggu kapan berakhirnya antrian panjang kendaraan
Wajah kecilnya ditempelkan di kaca
Sesekali dengan malas dia menghembuskan nafas di kaca dan menggambar lingkaran-lingkaran kecil di bekas nafasnya
Ketika itu kami berada tepat di depan sebuah mesjid megah
Tiba-tiba dia berpaling kearahku dan diam sejenak
“Mama, coba lihat kakek di bawah pohon itu!”
Ditunjuknya seorang lelaki tua dengan baju dan tampang lusuh dan kaleng bekas di depannya.
“Kasian ya Ma, sudah tua harusnya tinggal di rumah aja biar aman. Kalo tiba-tiba sakit di jalan gimana?!”
Hening.
“Anak-anak dan cucunya mana ya Ma, kok dibiarin sendiri kemana-mana?!" sambungnya
Kami telah meninggalkan kakek itu beberapa puluh meter jauhnya
“Mungkin rumahnya jauh dan kakek itu tersesat” gumamnya
“Atau mungkin kakek itu ga punya uang buat pulang Ma!!!” serunya tiba-tiba
Anakku kembali berpaling ke arahku dan diam sejenak
“Ma, kalo kita balik dan mengajak kakek itu ikut dan kita mengantarkannya pulang, boleh ga Ma?!” tanyanya dengan nada memohon
Aku mencari jawaban yang tepat.
Sebenarnya sih alasan yang masuk akal dan tidak berbohong untuk menolak pintanya.
“Mmmm……kakek itu lagi nunggu jemputan, Nak.”
“Menjelang magrib biasanya jemputannya datang. Kalau kita membawa kakek itu sekarang, jemputannya gimana coba?!”
Anakku mengangguk, entah mengerti atau mencoba mengerti.
Kudapati gurat kecewa diwajahnya.
“Kalo Kakak janjian dengan Mama, trus Mama ga datang, Kakak sebel ga?”
Aku menunggu anggukannya.
Beberapa jenak.
“Iya Ma” sambil mengangguk.
“Nah, yang jemput kakek itu juga akan sebel kalo kakek itu pulang duluan, ga menepati janji. Kakak paham maksud Mama?”
Ada senyum tipis di bibirnya.
Mungkin anakku masih terlalu kecil untuk paham
Bahwa kakek yang ingin dibantunya pulang itu bukanlah kakek biasa
Melainkan seorang tua yang memilih pengemis sebagai profesinya.
Anakku dan aku manyun menunggu kapan berakhirnya antrian panjang kendaraan
Wajah kecilnya ditempelkan di kaca
Sesekali dengan malas dia menghembuskan nafas di kaca dan menggambar lingkaran-lingkaran kecil di bekas nafasnya
Ketika itu kami berada tepat di depan sebuah mesjid megah
Tiba-tiba dia berpaling kearahku dan diam sejenak
“Mama, coba lihat kakek di bawah pohon itu!”
Ditunjuknya seorang lelaki tua dengan baju dan tampang lusuh dan kaleng bekas di depannya.
“Kasian ya Ma, sudah tua harusnya tinggal di rumah aja biar aman. Kalo tiba-tiba sakit di jalan gimana?!”
Hening.
“Anak-anak dan cucunya mana ya Ma, kok dibiarin sendiri kemana-mana?!" sambungnya
Kami telah meninggalkan kakek itu beberapa puluh meter jauhnya
“Mungkin rumahnya jauh dan kakek itu tersesat” gumamnya
“Atau mungkin kakek itu ga punya uang buat pulang Ma!!!” serunya tiba-tiba
Anakku kembali berpaling ke arahku dan diam sejenak
“Ma, kalo kita balik dan mengajak kakek itu ikut dan kita mengantarkannya pulang, boleh ga Ma?!” tanyanya dengan nada memohon
Aku mencari jawaban yang tepat.
Sebenarnya sih alasan yang masuk akal dan tidak berbohong untuk menolak pintanya.
“Mmmm……kakek itu lagi nunggu jemputan, Nak.”
“Menjelang magrib biasanya jemputannya datang. Kalau kita membawa kakek itu sekarang, jemputannya gimana coba?!”
Anakku mengangguk, entah mengerti atau mencoba mengerti.
Kudapati gurat kecewa diwajahnya.
“Kalo Kakak janjian dengan Mama, trus Mama ga datang, Kakak sebel ga?”
Aku menunggu anggukannya.
Beberapa jenak.
“Iya Ma” sambil mengangguk.
“Nah, yang jemput kakek itu juga akan sebel kalo kakek itu pulang duluan, ga menepati janji. Kakak paham maksud Mama?”
Ada senyum tipis di bibirnya.
Mungkin anakku masih terlalu kecil untuk paham
Bahwa kakek yang ingin dibantunya pulang itu bukanlah kakek biasa
Melainkan seorang tua yang memilih pengemis sebagai profesinya.