Wednesday, September 2, 2009

anakku & pengemis tua

Kami sedang terjebak dalam kemacetan yang cukup panjang

Anakku dan aku manyun menunggu kapan berakhirnya antrian panjang kendaraan

Wajah kecilnya ditempelkan di kaca

Sesekali dengan malas dia menghembuskan nafas di kaca dan menggambar lingkaran-lingkaran kecil di bekas nafasnya

Ketika itu kami berada tepat di depan sebuah mesjid megah

Tiba-tiba dia berpaling kearahku dan diam sejenak

“Mama, coba lihat kakek di bawah pohon itu!”

Ditunjuknya seorang lelaki tua dengan baju dan tampang lusuh dan kaleng bekas di depannya.

“Kasian ya Ma, sudah tua harusnya tinggal di rumah aja biar aman. Kalo tiba-tiba sakit di jalan gimana?!”

Hening.

“Anak-anak dan cucunya mana ya Ma, kok dibiarin sendiri kemana-mana?!" sambungnya

Kami telah meninggalkan kakek itu beberapa puluh meter jauhnya

“Mungkin rumahnya jauh dan kakek itu tersesat” gumamnya

“Atau mungkin kakek itu ga punya uang buat pulang Ma!!!” serunya tiba-tiba

Anakku kembali berpaling ke arahku dan diam sejenak

“Ma, kalo kita balik dan mengajak kakek itu ikut dan kita mengantarkannya pulang, boleh ga Ma?!” tanyanya dengan nada memohon

Aku mencari jawaban yang tepat.

Sebenarnya sih alasan yang masuk akal dan tidak berbohong untuk menolak pintanya.

“Mmmm……kakek itu lagi nunggu jemputan, Nak.”

“Menjelang magrib biasanya jemputannya datang. Kalau kita membawa kakek itu sekarang, jemputannya gimana coba?!”

Anakku mengangguk, entah mengerti atau mencoba mengerti.

Kudapati gurat kecewa diwajahnya.

“Kalo Kakak janjian dengan Mama, trus Mama ga datang, Kakak sebel ga?”

Aku menunggu anggukannya.

Beberapa jenak.

“Iya Ma” sambil mengangguk.

“Nah, yang jemput kakek itu juga akan sebel kalo kakek itu pulang duluan, ga menepati janji. Kakak paham maksud Mama?”

Ada senyum tipis di bibirnya.



Mungkin anakku masih terlalu kecil untuk paham

Bahwa kakek yang ingin dibantunya pulang itu bukanlah kakek biasa

Melainkan seorang tua yang memilih pengemis sebagai profesinya.

Wednesday, April 15, 2009

mimpiku kemarin

kemarin aku memimpikan
akulah yang melukis pelangi di matamu
akulah yang mengukir senyum di bibirmu
akulah yang memahat bahagia di wajahmu
hingga saat ketika dialah
yang melakukannya untukmu

maka, jangan memandangku iba
aku takkan mampu bertahan


Tuesday, February 24, 2009

anakku dan calon anggota dewan

Berkata anakku yang masih kecil, yang belum lagi TK
Sambil memandang salah satu spanduk calon anggota anggota dewan
Spanduk pertama yang kami lalui hari itu

“Wah fotonya bagus Ma
Tapi ngapain ibu itu nunjuk-nunjuk?!
Bukannya ga sopan nunjuk muka orang Ma?!”

Hanya berselang beberapa menit
Kami kembali bertemu spanduk calon anggota dewan
“Wah fotonya bagus Ma
Ada foto Pak SBY juga tuh disampingnya!
Bapak itu keluarganya Pak SBY ya Ma?”

Kami bertemu lagi spanduk salah seorang yang kepingin jadi anggota dewan
“Wah fotonya cantik banget!
Mungkin temannya Kak Rianti ya Ma?!”
Rianti, ponakanku, mahasiswi semester 5

Tak berapa lama
Kami bertemu baliho raksasa salah satu kandidat calon anggota dewan
“Wah fotonya gede banget Ma
Kalo dipasang di rumah, muat ga ya?!”

Lalu kami bertemu lagi spanduk salah seorang calon anggota dewan
“Wah fotonya bagus Ma
Mirip Bang Angga yang tinggal dekat jembatan
Rambutnya juga dikuncir tuh Ma”
Angga salah seorang preman kampung kami

Dan ketika kami bertemu lagi dan lagi dan lagi
Spanduk dan baliho calon anggota dewan
Anakku jadi bingung sendiri
“Wah Ma, banyak banget ya foto di jalan
Semua orang itu mau jadi foto model ya Ma?
Atau jadi artis kaya yang di TV!!
Mama ga ikutan?”

Tuesday, January 6, 2009

anakku dan kanal

Berkata anakku yang masih kecil, yang belum lagi TK

“Beruntung ya Ma orang-orang disana”
Sambil menunjuk deretan rumah semi permanent
Milik para tukang becak

“Kenapa begitu, Nak?!”
Tanyaku penasaran

“Mereka ga perlu jalan jauh
Nyari tempat buang sampah seperti Mama
Kan ada tempat sampah gedee banget di depan rumah mereka Ma
Sampahnya hanya dilempar
Enak kan?!”
Jawabnya setengah tertawa

“Besok kita buang sampahnya
Di sana saja ya, Ma…”
Katanya polos

Aku terdiam
Duhai anakku sayang
Tempat sampah yang luas itu:
Kanal, Nak….